Timothy Diduga Bunuh Diri, Saksi Melihat Ia Jatuh Seperti Melayang
Table of content:
Di Denpasar, peristiwa tragis terjadi di Universitas Udayana, di mana seorang mahasiswa bernama Timothy Anugerah Saputra ditemukan tewas setelah diduga melompat dari lantai empat Gedung FISIP. Pada Rabu, 15 Oktober lalu, kepolisian setempat menetapkan bahwa penyelidikan awal menunjukkan indikasi bunuh diri, yang mengundang perhatian dan menjadi sorotan publik.
Kabid Humas Polda Bali, Kombes Pol Ariasandy, menyampaikan bahwa pihaknya telah melakukan pemeriksaan terhadap 21 saksi serta menelaah rekaman CCTV di lokasi kejadian. Kesaksian dari rekan-rekannya menggambarkan momen sebelum kejadian yang mencurigakan dan mengarah pada potensi bunuh diri.
Sejumlah mahasiswa melaporkan bahwa mereka melihat Timothy melepas sepatu di lantai empat sebelum insiden tersebut. Hal ini semakin memperkuat dugaan bahwa dirinya berada dalam keadaan yang sangat emosional saat itu, sehingga melompat dari ketinggian gedung kampus.
Penyelidikan Polisi Terhadap Kasus Ini Sangat Mendalam
Proses penyelidikan yang dilakukan oleh kepolisian melibatkan pemeriksaan menyeluruh terhadap berbagai bukti dan kesaksian. Kombes Ariasandy mengungkapkan bahwa meskipun ada indikasi kuat bunuh diri, proses lidik belum sepenuhnya final dan memerlukan lebih banyak alat bukti. “Kita harus mengandalkan investigasi ilmiah untuk memastikan apakah ini merupakan kasus pidana atau tidak,” tegasnya.
Penggunaan data dari perangkat elektronik milik Timothy, seperti handphone dan laptop, menjadi fokus pendalaman lebih lanjut. Meskipun awalnya keluarga tidak bersedia menyerahkan barang-barang tersebut, akhirnya mereka memberikan akses untuk pemeriksaan lebih lanjut oleh tim siber kepolisian.
“Kami masih meneliti data dari perangkat tersebut untuk menemukan petunjuk lain tentang keadaan mentalnya sebelum kejadian,” jelas Ariasandy. Pendalaman ini diharapkan dapat memberikan gambaran lebih jelas tentang kejadiannya.
Keterangan Saksi Sangat Penting Dalam Menyusun Timeline Kejadian
Menurut keterangan yang diberikan oleh saksi, banyak yang menyaksikan kehadiran Timothy di lantai empat sendirian sebelum insiden. Salah satu saksi menyatakan bahwa dia melihat Timothy melepas sepatu dan tidak ada orang lain di sekitarnya. Ketika saksi menyadari ada sepatu dan tas tanpa pemiliknya, mereka mulai curiga dan merasa ada yang tidak beres.
Pada waktu yang sama, saksi lain melaporkan momen saat Timothy tampak melayang sebelum jatuh. Peristiwa tersebut menggambarkan situasi yang mendalam di mana seorang mahasiswa mungkin berada dalam situasi krisis emosional yang parah.
Polisi pun mengumpulkan informasi dari teman-teman sekelas Timothy dan beberapa dosen untuk meneliti lebih lanjut latar belakang kehidupannya sehari-hari serta faktor-faktor yang mungkin berkontribusi pada keputusannya.
Keberadaan CCTV yang Tidak Mengcover Momen Kunci
Salah satu aspek menarik dalam penyelidikan adalah kondisi CCTV yang ada di gedung. Awalnya, operator CCTV menyatakan bahwa rekaman di lantai empat tidak dapat diakses. Namun, setelah dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, ternyata ada rekaman yang bisa ditarik meskipun tidak menyimpan momen saat Timothy melompat.
Kombes Ariasandy menjelaskan bahwa CCTV yang ada tidak difokuskan pada lokasi di mana korban terjatuh, sehingga tidak dapat memberikan bukti visual yang memperkuat atau menafikan klaim bunuh diri. “Kami menemui tiga CCTV yang terpasang, tetapi semuanya menunjuk ke arah yang tidak relevan,” ungkapnya.
Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang desain pengawasan di gedung-gedung universitas, terutama dalam konteks menjaga keselamatan siswa. Peristiwa ini menjadi pengingat untuk institusi pendidikan agar lebih memperhatikan sistem keamanan mereka.
Implikasi Sosial dan Perlunya Pendekatan Pada Kesehatan Mental
Tragedi ini mencerminkan pentingnya perhatian terhadap isu kesehatan mental di kalangan mahasiswa. Banyak yang menganggap bahwa tekanan dari akademik, sosial, dan finansial dapat memengaruhi kesejahteraan mental mahasiswa. Kejadian seperti ini seharusnya memicu diskusi lebih dalam mengenai kebutuhan dukungan kesehatan mental di kampus.
Institusi pendidikan harus menyediakan akses ke layanan kesehatan mental yang memadai, mengingat masa transisi menjadi mahasiswa bisa sangat membebani. Ketersediaan konselor yang terlatih dan program dukungan mental dapat mengurangi risiko kejadian tragis di masa mendatang.
Penting untuk menciptakan lingkungan di mana mahasiswa merasa aman untuk membicarakan masalah mereka tanpa stigma atau rasa takut. Melibatkan orang tua, pengajar, dan komunitas dalam komunikasi ini bisa memberikan dukungan yang dibutuhkan.
Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya
Join now








