Desakan Terhadap RUU Perampasan Aset, Ungkap Data Mengejutkan
Table of content:
Indonesia menghadapi tantangan serius dalam pemberantasan korupsi, terutama ketika merujuk pada pengembalian aset hasil tindak pidana. Dalam konteks ini, Rancangan Undang-undang Perampasan Aset menjadi topik krusial yang didorong oleh berbagai kalangan, termasuk Indonesia Corruption Watch (ICW). Apabila diimplementasikan dengan tepat, regulasi ini dapat memperkuat upaya negara dalam menjangkau aset yang hilang akibat praktik korupsi, tidak hanya di dalam negeri tetapi juga di luar negeri.
Ketua Divisi Hukum dan Investigasi ICW, Wana Alamsyah, menyatakan bahwa RUU ini dapat menjadi instrumen penting dalam memerangi korupsi. Dalam diskusi publik yang berlangsung baru-baru ini, Wana menegaskan pentingnya keberadaan RUU ini untuk memungkinkan penegakan hukum yang lebih efektif terhadap para pelaku kejahatan ekonomi.
Urgensi RUU Perampasan Aset dalam Pemberantasan Korupsi
RUU Perampasan Aset dinilai sebagai sebuah langkah maju dalam menghadapi masalah korupsi yang merugikan negara. Menurut Wana, ada potensi besar untuk merampas aset-aset yang dimiliki oleh koruptor, sehingga menambah aset negara yang hilang akibat tindak pidana. Dengan catatan kerugian negara akibat korupsi mencapai Rp234 triliun antara 2019 hingga 2023, hanya Rp32,8 triliun yang berhasil dikembalikan.
Dalam konteks ini, ketidakmampuan negara untuk memulihkan lebih banyak nilai merupakan preseden buruk yang perlu diperbaiki. Oleh karena itu, substansi yang terdapat dalam RUU ini menjadi sangat penting untuk menjamin keberhasilan implementasinya.
Wana menegaskan, keberadaan RUU Perampasan Aset memiliki makna strategis dalam kancah hukum yang lebih luas. Ini adalah alat yang bisa digunakan bukan hanya untuk merampas aset, tetapi juga untuk memberikan sinyal positif bahwa negara berkomitmen dalam memerangi korupsi.
Poin-Poin Penting dalam Penyusunan RUU Perampasan Aset
ICW mengidentifikasi lima poin penting yang perlu diperhatikan dalam penyusunan RUU Perampasan Aset yang akan membentuk kerangka efektif dalam pemberantasan korupsi. Poin-poin tersebut meliputi kejelasan subjek hukum yang dikenakan, prosedur hukum yang transparent, batas nilai aset yang dapat dirampas, serta pembatasan pada jenis tindak pidana tertentu.
Di samping itu, mekanisme check and balance juga harus ada untuk memastikan tidak terjadi penyalahgunaan wewenang dalam penerapan RUU ini. Hal ini penting agar regulasi tidak dijadikan alat untuk kriminalisasi semena-mena.
Wana menekankan perlunya DPR untuk segera menerbitkan draf RUU Perampasan Aset agar topik ini bisa segera dibahas dalam forum resmi. Ia berharap draf yang telah ada dapat menjadi acuan yang baik untuk mendorong kolaborasi antara semua pihak yang terlibat.
Peran Partisipasi Publik dalam Penyusunan RUU
Pada kesempatan yang sama, Guru Besar Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Pujiyono Suwadi, menyoroti pentingnya partisipasi publik dalam proses penyusunan RUU Perampasan Aset. Pujiyono mengingatkan bahwa adanya kontrol dan batasan yang jelas menjadi elemen fundamental dalam mencegah penyalahgunaan aturan ini di masa depan.
RUU Perampasan Aset yang diperkenalkan pada April 2023 mencakup mekanisme non-conviction based asset forfeiture. Mekanisme ini memungkinkan aset dirampas meski tanpa adanya putusan pidana. Walaupun bisa dianggap efektif, hal ini juga memiliki potensi penyalahgunaan jika tidak disertai pengawasan yang ketat.
Menurut Pujiyono, jika tidak ada batasan yang jelas, ada risiko besar bahwa aset dapat disita hanya berdasarkan dugaan belaka. Oleh karena itu, perlu ada suatu keseimbangan antara penegakan hukum dan penghormatan terhadap hak asasi setiap individu.
Menjangkau Aset Tindak Pidana di Luar Negeri
RUU Perampasan Aset menjanjikan cara baru bagi penegak hukum untuk mengejar aset-aset hasil tindak pidana, baik yang berada di dalam maupun luar negeri. Pujiyono menekankan pentingnya regulasi ini untuk membantu penegak hukum dalam menangani kasus-kasus yang melibatkan aset di luar kekuasaan jurisdiksi nasional.
Contoh kasus seperti Riza Chalid menunjukkan betapa sulitnya bagi aparat penegak hukum untuk mengejar aset-aset yang kebal hukum, terutama yang berada di luar negeri. Tanpa adanya regulasi yang memperkuat dasar hukum, akan sulit untuk mengambil langkah tegas terhadap pelaku korupsi internasional.
Pujiyono berharap, jika RUU ini disahkan, pelaksanaannya akan dilakukan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas yang tinggi. Hanya dengan cara inilah negara bisa menjamin bahwa proses perampasan aset tidak akan disalahgunakan untuk membungkam suara-suara kritis di masyarakat.
Kemajuan dalam pembahasan RUU Perampasan Aset juga terlihat dari dukungan Badan Legislasi DPR RI. Dalam rapat yang diadakan pada bulan September lalu, mereka telah memutuskan untuk memasukkan RUU ini ke dalam Program Legislasi Nasional untuk dibahas lebih lanjut. Dukungan ini menunjukkan keseriusan DPR dalam menangani isu yang sangat penting bagi upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Wakil Ketua Baleg DPR RI, Sturman Panjaitan, menegaskan pentingnya kolaborasi antara DPR dan pemerintah untuk mempercepat penyelesaian RUU ini. Diharapkan, langkah-langkah konkret akan segera diambil untuk mewujudkan harapan masyarakat akan pemberantasan korupsi yang lebih efektif dan menyeluruh.
Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya
Join now








