Siswa Sekolah Rakyat di Ambon Dihukum Guru karena Membuat Tato
Table of content:
Di Ambon, sebuah insiden mencengangkan terjadi di Sekolah Rakyat Menengah Atas 40. Seorang siswa bernama MAL (17) diduga mengalami kekerasan oleh guru, di mana ia disetrika di bagian dada hingga mengalami luka bakar yang serius.
Peristiwa tersebut terjadi ketika MAL dan enam temannya mengukir tato di tubuh mereka. Tato itu berupa nama masing-masing, sehingga aksi mereka terpergok oleh wali asuh sekolah dan terpaksa dipanggil ke dalam ruangan untuk mendapat nasihat.
Namun, situasi semakin memburuk ketika seorang guru bernama Bahri datang dengan membawa setrika panas. Ia langsung menempelkan alat tersebut ke dada MAL sebagai bentuk hukuman yang mengerikan.
Detail Insiden Kekerasan di Sekolah Rakyat Menengah Atas 40
Melihat situasi yang berlangsung, MAL merasa kepanasan dan tidak memberikan perlawanan. Ia hanya merasakan sakit akibat luka bakar yang dideritanya namun pasrah dalam menghadapi tindakan kejam ini.
Dalam pengakuannya, MAL mengatakan, “Sekitar jam tujuh malam saya dapat setrika di bagian dada dari Pak Bahri. Kami disuruh menghapus tato, tetapi saya yang disetrika.” Ungkapan ini menunjukkan ketidakadilan yang ia alami.
Korban berasal dari keluarga kurang mampu di Kabupaten Maluku Tengah, dan ia pun meminta keadilan atas tindakan yang tidak manusiawi ini. “Hukuman ini tidak bisa diterima,” tegasnya saat ditemui.
Tanggapan Kepala Sekolah atas Tindakan Kekerasan
Kepala Sekolah Rakyat Menengah Atas 40, Afia Joris, mengonfirmasi bahwa pelaku penganiayaan merupakan pegawai Kementerian Sosial. Ini menjadi sorotan negatif mengingat tindakan kekerasan tersebut terjadi di lingkungan pendidikan yang seharusnya aman dan mendidik.
Afia juga menambahkan bahwa Bahri, selaku pegawai Kemensos, seharusnya bertanggung jawab dalam mengawasi siswa dengan cara yang lebih manusiawi. “Tindakan kekerasan ini tidak bisa diterima, terlebih oleh pegawai pemerintah,” ujarnya.
Ia merasa menyesal atas tindakan yang dilakukan oleh Bahri, serta mengingatkan bahwa pendidikan seharusnya dilandasi oleh kasih sayang dan pengertian, bukan dengan kekerasan.
Proses Hukum dan langkah Pertama yang Diambil Sekolah
Saat ini, pihak sekolah belum menempuh langkah hukum karena masih dalam tahap mediasi dengan pelaku. Ini menjadi perhatian publik, mengingat tindakan kekerasan semacam ini tidak seharusnya dibiarkan tanpa konsekuensi.
“Kami sedang melakukan pendekatan untuk menyelesaikan masalah ini, tetapi pelaku belum memberikan respons yang memadai,” ungkap Afia.
Di satu sisi, sangat penting bagi pihak sekolah untuk menunjukkan bahwa tindakan kekerasan tidak akan ditoleransi, dan semua siswa berhak mendapatkan perlakuan yang adil dan manusiawi.
Kondisi Sekolah Rakyat Menengah Atas 40 dan Siswa Miskin
Sekolah Rakyat Menengah Atas 40 adalah institusi pendidikan yang dirintis untuk membantu anak-anak dari keluarga kurang mampu. Sekolah ini berlokasi di Jalan Wolter Monginsidi, Desa Lateri, Kecamatan Baguala, Ambon dan menampung sekitar seratus siswa yang kesulitan untuk menempuh pendidikan karena keterbatasan ekonomi.
Inisiatif ini dinilai bagus, tetapi insiden kekerasan ini menunjukkan bahwa masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan, terutama berkaitan dengan kesejahteraan siswa. Keberadaan sekolah rakyat seharusnya tidak hanya fokus pada pendidikan, namun juga menyediakan lingkungan yang aman bagi semua siswa.
Seharusnya pelatihan untuk guru dan pegawai di sekolah tersebut dilakukan secara berkelanjutan, guna menghindari tindakan kekerasan. Hal ini penting agar insiden serupa tidak terulang di masa yang akan datang.
Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya
Join now








